Simposium dan Deklarasi Festival 76 Tahun Hari Kemerdekaan Indonesia
JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan usia kemerdekaan
Bangsa Indonesia yang memasuki 76 tahun merupakan momentum sejarah
paling sakral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Selama 76 tahun usia
kemerdekaan, berbagai tantangan dan dinamika kebangsaan telah dihadapi,
berkali-kali komitmen kebangsaan telah diuji, dan serangkaian
periodisasi zaman telah dilalui. Bambang Soesatyo
"Masyarakat Indonesia patut bersyukur di usia 76 tahun kemerdekaan, Indonesia masih tegak berdiri sebagai negara berdaulat. Karena sebagai negara kepulauan dengan tingkat kemajemukan yang sangat tinggi, di mana penduduknya terdiri dari 1.340 suku, berbicara dalam 733 bahasa dan menganut 6 agama serta puluhan aliran kepercayaan, maka membangun dan menjaga komitmen untuk tetap bersama dalam satu ikatan kebangsaan, tentunya bukan hal yang mudah untuk dilakukan," ujar Bamsoet dalam acara Independence Festival (IFEST) 2021, Simposium dan Deklarasi Festival 76 Tahun Hari Kemerdekaan Indonesia, secara virtual dari Studio Digital Black Stone Jakarta, Selasa (17/8/2021).
Turut hadir antara lain Founder 'Melompat Maju' Muhammad Wahyu Yusron, serta perwakilan pemuda dari berbagai provinsi di Indonesia. Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan selama 76 tahun kemerdekaan Indonesia, banyak hal yang telah dicapai. Namun masih lebih banyak lagi yang dapat diperjuangkan. Bangsa Indonesia bisa berkaca pada Korea Selatan, yang sejak awal berdiri pada Agustus 1948, merupakan negara miskin yang telah mengalami pahit-getir masa penjajahan Jepang selama 36 tahun.
"Korea Selatan bahkan harus mengawali perjalanan sejarah kebangsaan yang memilukan, berjibaku selama 3 tahun dalam perang saudara dengan Korea Utara. Menewaskan sekitar 4 juta jiwa rakyat di semenanjung Korea. Namun setelah 73 tahun usia kemerdekaannya, Korea telah tumbuh melesat sebagai negara maju, dengan pendapatan per kapita mencapai 31.637 US dollar," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, salah satu kunci keberhasilan Korea Selatan ada pada pengembangan sumberdaya manusia dan pemanfaatan periode bonus demografi secara optimal. Saat ini, Indonesia tengah menjejakan kaki pada periode bonus demografi. Tepat pada usia satu abad kemerdekaan di tahun 2045, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 319 juta jiwa. Sekitar 70 persennya atau sebanyak 223 juta jiwa adalah kelompok usia produktif dalam jenjang usia 25 hingga 65 tahun.
"Saat ini adalah yang tepat bagi kita menyiapkan generasi muda bangsa untuk menyongsong Indonesia Emas. Jangan sampai puncak bonus demografi yang seharusnya dimanfaatkan bagi optimalisasi pembangunan nasional, malah menjadi kemubaziran. Korea Selatan adalah sebuah contoh sukses, namun sejarah juga membuktikan, tidak semua negara sukses memanfaatkan fase bonus demografi, misalnya Brazil dan Afrika Selatan," terang Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat (PB KODRAT) ini menambahkan, Afrika Selatan gagal memanfaatkan bonus demografi disebabkan kurangnya perhatian pada kualitas pendidikan dan rendahnya tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan. Sedangkan Brazil gagal memanfaatkan bonus demografi karena keterpurukan ekonomi, tergerusnya sumberdaya negara untuk jaring pengaman sosial dan pensiun, serta terabaikannya kualitas pendidikan, infrastruktur dan penyediaan lapangan pekerjaan.
"Untuk menghindari kemubaziran bonus demografi seperti yang dialami Afrika Selatan dan Brazil tersebut, kita harus menyadari, bahwa nilai kemanfaatan bonus demografi hanya dapat dioptimalkan apabila terpenuhi dua prasyarat. Pertama, jumlah usia produktif yang berlimpah adalah sumberdaya yang berkualitas. Kedua, adanya ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja yang berlimpah," tandas Bamsoet.
Kepala Badan Penegakan Hukum dan Pertahanan KADIN Indonesia ini memaparkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Memperlihatkan jumlah penduduk berusia produktif lebih dari 191 juta jiwa, sekitar 64,5 juta jiwa di antaranya berusia 16 hingga 30 tahun. Dari aspek latar belakang pendidikan, sebagian besar pemuda Indonesia (74,18 persen) lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama. Hanya 10,36 persen yang menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi.
"Dari aspek potensi ekonomi dan ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) pemuda Indonesia pada tahun 2020 juga belum
optimal, yaitu sebesar 61,31 persen. Pada tahun 2020, BPS juga mencatat
tingkat pengangguran terbuka pemuda Indonesia sebesar 15,23 persen.
Artinya, dari setiap 100 angkatan kerja pemuda, terdapat sekitar 15
pemuda yang tidak, atau belum bekerja," papar Bamsoet. (*/kg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar