catatan : raga affandi (pemred kabarjateng.co.id)
GEMPA Yogyakarta dengan skala Richter 5,9 terjadi 14 tahun lalu. Aku masih tertidur di Purwodiningratan, utara Tugu Yogyakarta. Istri dan anakku juga masih tertidur, ketika gempa mengguncang keras dan cukup lama. Rasanya seperti dikocok dalam kolam tak berair. Setengah sadar aku melompat ke luar sambil berteriak pada anak istriku agar segera keluar bangunan.
Kerusakan bangunan rumah di Purwodiningratan tak seberapa parah. Aku merasa beruntung ketika menengok mess kantor di Sisingamangaraja, Pasar Telo. Remuk. Kalau saja anak istriku tak menyambangiku, dari Pekalongan, mungkin aku ikut remuk di bawah bangunan mess yang rubuh.
Banyak korban, namun dahsyatnya Yogyakarta adalah masa pemulihan yang begitu cepat. Tak banyak keluh kesah. Semua gotong royong saling menolong. (*)
GEMPA Yogyakarta dengan skala Richter 5,9 terjadi 14 tahun lalu. Aku masih tertidur di Purwodiningratan, utara Tugu Yogyakarta. Istri dan anakku juga masih tertidur, ketika gempa mengguncang keras dan cukup lama. Rasanya seperti dikocok dalam kolam tak berair. Setengah sadar aku melompat ke luar sambil berteriak pada anak istriku agar segera keluar bangunan.
Kerusakan bangunan rumah di Purwodiningratan tak seberapa parah. Aku merasa beruntung ketika menengok mess kantor di Sisingamangaraja, Pasar Telo. Remuk. Kalau saja anak istriku tak menyambangiku, dari Pekalongan, mungkin aku ikut remuk di bawah bangunan mess yang rubuh.
Banyak korban, namun dahsyatnya Yogyakarta adalah masa pemulihan yang begitu cepat. Tak banyak keluh kesah. Semua gotong royong saling menolong. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar