Mahasiswa asal Sebatik-Nunukan yang menempuh pendidikan di Yogyakarta (ist/kk) |
Hafis
adalah salah satu dari sepuluh mahasiswa yang orang tuanya berstatus
TKI di Kota Tawau, Sabah, Malaysia. Orang tua Hafis berasal dari Sebatik Kabupaten Nunukan.
Sementara Hadis kini tengah menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di
Yogyakarta.
Hafis menuturkan, di tengah kondisi Malaysia
yang me-lock down total keseluruhan wilayahnya turut membuatnya mendapat
kesulitan di ranah rantau. Salah satu kesulitan yang dia dan teman-teman
senasibnya rasakan, adalah orang tua yang tidak bisa mengirim uang
untuk biaya keperluan sehari-hari selama di Yogyakarta.
“Kurangnya biaya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari makanan ataupun kuota
internet yang digunakan untuk mengirim tugas,” tutur Hafis ketika ditemui
di sekretariat Himpunan Keluarga Mahasiswa Sebatik di Yogyakarta, Minggu (19/4/2020).
Tidak
hanya biaya untuk keperluan sehari-hari, biaya untuk melunasi uang
perkuliahan juga mereka harus meminta dispensasi dari pihak kampus
akibat kesulitan ini.
“Untuk biaya kampus, kemarin sudah kami
minta dispensasi dari pihak kampus, dan alhamdulillah pihak kampus
merespon itu dan mengkhususkan untuk kami,” lanjutnya.
Untuk
menutupi dan mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka menghemat
pengeluaran dan berpatungan untuk membeli makanan yang dapat mereka
makan kesehariannya.
“Lebih menghemat dalam penggunaan
uang, dikarenakan orang tua yang bekerja di Malaysia, tidak
diperbolehkan untuk keluar rumah dan seluruh kantor pengiriman uang pun
sudah ditutup,” tutup Hafis.
Terkait keresahan mahasiswa asal Sebatik terutama mahasiswa yang orang tuanya menjadi TKI, juga dikonfirmasi oleh Nasrul Basri
selaku Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Sebatik di Yogyakarta. Saat
ini mereka berharap ada respon dari pemerintah, dan besar harapan
jika pemerintah dapat turun tangan membantu mahasiswa-mahasiswa yang
masih tinggal di perantauan.
“Yah, meskipun keadaan kami
di sini masih bisa bertahan, tetapi sama saja, kesulitan masih kami
rasakan di sini selama wabah ini. Kami tidak pulang bukan karena tidak
ingin, tetapi kami juga cukup khawatir bahwa bisa saja bibit virus ini
masuk ke daerah kami melalui kami dan itu sangat berisiko. Lagi pula sudah
ada juga imbauan dari Sultan Hamengkubuwono X selaku kepala pemerintah
daerah di sini, agar tidak mudik untuk semntara waktu. Saya berharap
pemerintah daerah kita di sana bisa memberikan bantuan kepada
teman-teman yang kesulitan di daerah rantauannya, terutama kepada
teman-teman yang orang tuanya berstatus TKI di Tawau. Mereka sangat
merasakan sekali kesulitan ini,” ujar Nasrul.
Dari
data yang diperoleh Himpunan Mahasiswa Sebatik di Yogyakarta,
hingga saat ini terdapat 27 mahasiswa asal Sebatik-Nunukan yang masih berada di
Yogyakarta.(*/yasir/tim kk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar