TEMBAGAPURA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak Freeport McMoran
Copper & Gold Inc serta PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sebagai
induk usaha PT Freeport Indonesia agar selalu mengedepankan kepentingan
masyarakat Papua dalam menjalankan aktifitas penambangannya. Ajakan ini
tertuang dalam Ikrar Kebangsaan yang ditandatangai antara pimpinan MPR RI, DPR
RI, DPD RI dengan PT Freeport Indonesia yang diwakili Presiden Direktur Tony
Wenas.
"Ikrar Kebangsaan menguatkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang diwakili pimpinan MPR RI, DPR RI, dan DPD RI bersama Freeport untuk senantiasa membangun Papua berdasarkan prinsip keadilan, kesejahteraan, dan kebudayaan. Tanpa masyarakat Papua, tak mungkin Freeport bisa menjadi perusahaan tambang terbesar dunia. Karenanya, masyarakat Papua haruslah menjadi orang pertama yang menikmati kekayaan sumber daya mineral tersebut," ujar Bamsoet saat menandatangani Ikrar Kebangsaan di atas ketinggian 4285 meter di atas permukaan laut (mdpl) Grasberg, Tembagapura, Papua, Rabu (4/3/2020).
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Wakil Ketua DPD RI Sultan Najamudin, Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI untuk Papua/MPR FOR PAPUA Yorrys Raweyai, serta para anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Papua dan Papua Barat. Hadir pula Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw.
Rombongan didampingi jajaran PT Freeport Indonesia, antara lain Presiden Direktur Tony Wenas, Kepala Teknik Tambang Zulkifli Lambali, dan Direktur HR Ahmad Ardianto.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menilai, selain kontribusi melalui pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penyerapan tenaga kerja, serta transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan kepada anak bangsa, Freeport juga perlu menunjukan niat baiknya membangun Papua dan Indonesia melalui percepatan pembangunan smelter di Kawasan Industri Gresik. Dengan kapasitas pemurnian mencapai 2 juta ton konsentrat, diharapkan akan membawa nilai tambah yang luar biasa.
"Tak kurang setiap tahunnya, smelter tersebut bisa menghasilkan 550.000 ton katoda tembaga, 1,3 juta ton terak, 150.000 ton gipsum, dan 6.000 ton lumpur anoda, serta 30-60 ton emas per tahun. Menjadikannya smelter terbesar dunia. Indonesia patut berbangga. Pasalnya setelah menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia, kita bisa mengatur operasional sehingga bisa lebih leluasa memasukan anak bangsa berkarir di Freeport," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menekankan, inilah waktunya Indonesia menjadi tuan rumah pertambangan di rumahnya sendiri. Ikrar Kebangsaan yang ditandatangani menjadi penguat tekad agar kekayaan alam yang ada di perut Indonesia tak lagi lari ke luar. Melainkan diolah dan dimanfaatkan untuk sebesarnya kemakmuran rakyat.
"Indonesia telah menjadi tuan rumah pasca pemerintahan Presiden Joko Widodo mendivestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia, yang didalamnya ada 10 persen saham untuk Pemda Papua sebagai representasi masyarakat Papua. Sebagai pemilik saham terbesar, Indonesia melalui PT Inalum harus mampu memastikan bahwa setiap aktivitas usaha Freeport sejalan dengan amanah konstitusi UUD NRI 1945, yakni memakmurkan rakyat Indonesia, bukan rakyat mancanegara," pungkas Bamsoet. (*/kg)
"Ikrar Kebangsaan menguatkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang diwakili pimpinan MPR RI, DPR RI, dan DPD RI bersama Freeport untuk senantiasa membangun Papua berdasarkan prinsip keadilan, kesejahteraan, dan kebudayaan. Tanpa masyarakat Papua, tak mungkin Freeport bisa menjadi perusahaan tambang terbesar dunia. Karenanya, masyarakat Papua haruslah menjadi orang pertama yang menikmati kekayaan sumber daya mineral tersebut," ujar Bamsoet saat menandatangani Ikrar Kebangsaan di atas ketinggian 4285 meter di atas permukaan laut (mdpl) Grasberg, Tembagapura, Papua, Rabu (4/3/2020).
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Wakil Ketua DPD RI Sultan Najamudin, Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI untuk Papua/MPR FOR PAPUA Yorrys Raweyai, serta para anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Papua dan Papua Barat. Hadir pula Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw.
Rombongan didampingi jajaran PT Freeport Indonesia, antara lain Presiden Direktur Tony Wenas, Kepala Teknik Tambang Zulkifli Lambali, dan Direktur HR Ahmad Ardianto.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menilai, selain kontribusi melalui pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penyerapan tenaga kerja, serta transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan kepada anak bangsa, Freeport juga perlu menunjukan niat baiknya membangun Papua dan Indonesia melalui percepatan pembangunan smelter di Kawasan Industri Gresik. Dengan kapasitas pemurnian mencapai 2 juta ton konsentrat, diharapkan akan membawa nilai tambah yang luar biasa.
"Tak kurang setiap tahunnya, smelter tersebut bisa menghasilkan 550.000 ton katoda tembaga, 1,3 juta ton terak, 150.000 ton gipsum, dan 6.000 ton lumpur anoda, serta 30-60 ton emas per tahun. Menjadikannya smelter terbesar dunia. Indonesia patut berbangga. Pasalnya setelah menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia, kita bisa mengatur operasional sehingga bisa lebih leluasa memasukan anak bangsa berkarir di Freeport," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menekankan, inilah waktunya Indonesia menjadi tuan rumah pertambangan di rumahnya sendiri. Ikrar Kebangsaan yang ditandatangani menjadi penguat tekad agar kekayaan alam yang ada di perut Indonesia tak lagi lari ke luar. Melainkan diolah dan dimanfaatkan untuk sebesarnya kemakmuran rakyat.
"Indonesia telah menjadi tuan rumah pasca pemerintahan Presiden Joko Widodo mendivestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia, yang didalamnya ada 10 persen saham untuk Pemda Papua sebagai representasi masyarakat Papua. Sebagai pemilik saham terbesar, Indonesia melalui PT Inalum harus mampu memastikan bahwa setiap aktivitas usaha Freeport sejalan dengan amanah konstitusi UUD NRI 1945, yakni memakmurkan rakyat Indonesia, bukan rakyat mancanegara," pungkas Bamsoet. (*/kg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar