JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan rencana kerja MPR RI
melakukan perubahan terbatas terhadap UUD NRI 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok
Haluan Negara (PPHN) juga ditujukan agar pembangunan sumber daya manusia dan
pendidikan nasional bisa berkelanjutan. Tak seperti selama ini yang terkesan
bongkar pasang dan uji coba dari satu sistem kurikulum pendidikan ke sistem
yang lainnya.
"Sehingga tenaga didik dan peserta didik tak kewalahan menghadapi sistem pendidikan yang selama ini selalu silih berganti. Seperti misalnya keberadaan ujian nasional (UN). Ada yang mendukung, ada yang menolak. Mulai tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menghapus UN. Tak menutup kemungkinan di periode pemerintahan selanjutnya UN akan dihidupkan kembali. Karenanya Indonesia butuh PPHN untuk memberikan jaminan tentang sistem pendidikan nasional yang komprehensif. Sehingga kita tak maju mundur, melainkan maju terus pantang mundur," ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Mengenai permasalahan seputar guru, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga mengingatkan Kemendikbud mengantisipasi tingginya jumlah guru yang akan pensiun mencapai 316,5 ribu di sepanjang 2019 hingga 2023. Padahal, berdasarkan data PGRI per Agustus 2019, Indonesia masih kekurangan guru mencapai 1,1 juta orang.
"Terlebih Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam Rapat Kerja pada Senin 20/1/2020 berencana menghapus tenaga honorer dari organisasi kepegawaian pemerintah, termasuk Guru honorer (non-PNS) di berbagai lembaga pendidikan. Mengingat berdasarkan Pasal 6 UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tak ada nomenklatur Honorer. Yang bekerja di instansi pemerintah hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Namun demikian, jangan sampai penghapusan tenaga honorer tersebut membuat masalah baru, apalagi dunia pendidikan kita masih mengalami kekurangan guru," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini berharap pemerintah melalui Kemendikbud bisa mencari solusi terbaik bagi guru berstatus non-PNS yang jumlahnya sesuai data Kemendikbud 2020 mencapai 937.228 orang. Pengabdian dan jasa mereka selama ini tak boleh diabaikan, jangan sampai negara menjadi seperti kacang lupa pada kulitnya.
"Pemerintah bisa memanfaatkan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengangkat Guru Non-PNS menjadi P3K. Yakni para Guru Non-PNS tersebut diberikan kesempatan mengikuti seleksi tes CPNS. Jika tidak lolos, mereka diberikan kesempatan mengikuti seleksi P3K," pungkas Bamsoet. (*/kg)
"Sehingga tenaga didik dan peserta didik tak kewalahan menghadapi sistem pendidikan yang selama ini selalu silih berganti. Seperti misalnya keberadaan ujian nasional (UN). Ada yang mendukung, ada yang menolak. Mulai tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menghapus UN. Tak menutup kemungkinan di periode pemerintahan selanjutnya UN akan dihidupkan kembali. Karenanya Indonesia butuh PPHN untuk memberikan jaminan tentang sistem pendidikan nasional yang komprehensif. Sehingga kita tak maju mundur, melainkan maju terus pantang mundur," ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Mengenai permasalahan seputar guru, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga mengingatkan Kemendikbud mengantisipasi tingginya jumlah guru yang akan pensiun mencapai 316,5 ribu di sepanjang 2019 hingga 2023. Padahal, berdasarkan data PGRI per Agustus 2019, Indonesia masih kekurangan guru mencapai 1,1 juta orang.
"Terlebih Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam Rapat Kerja pada Senin 20/1/2020 berencana menghapus tenaga honorer dari organisasi kepegawaian pemerintah, termasuk Guru honorer (non-PNS) di berbagai lembaga pendidikan. Mengingat berdasarkan Pasal 6 UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tak ada nomenklatur Honorer. Yang bekerja di instansi pemerintah hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Namun demikian, jangan sampai penghapusan tenaga honorer tersebut membuat masalah baru, apalagi dunia pendidikan kita masih mengalami kekurangan guru," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini berharap pemerintah melalui Kemendikbud bisa mencari solusi terbaik bagi guru berstatus non-PNS yang jumlahnya sesuai data Kemendikbud 2020 mencapai 937.228 orang. Pengabdian dan jasa mereka selama ini tak boleh diabaikan, jangan sampai negara menjadi seperti kacang lupa pada kulitnya.
"Pemerintah bisa memanfaatkan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengangkat Guru Non-PNS menjadi P3K. Yakni para Guru Non-PNS tersebut diberikan kesempatan mengikuti seleksi tes CPNS. Jika tidak lolos, mereka diberikan kesempatan mengikuti seleksi P3K," pungkas Bamsoet. (*/kg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar