Punya Akar Panjang, Tanaman Terbaik untuk Mencegah Longsor
Doni Monardo mendampingi Jokowi untuk meninjau lokasi bencana (foto net) |
Singkat dan cepat, Minggu pagi 5 Januari 2020, tiga unit helikopter TNI-AU sudah
stand by di Lanud Atang Sanjaya Bogor. Satu heli di antaranya, berisikan
Presiden Joko Widodo, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Menteri PUPR
Basuki Hadimuljono dan Kepala BNPB Doni Monardo.
Dari Lanud Atang Sanjaya ke lapangan helipad di Kecamatan Sukajaya-Bogor bisa ditempuh dalam waktu sekitar 20-an menit dengan helikopter kepresidenan Super Puma L-2 AS-332. Apa daya, cuaca jelek mematahkannya.
Setelah terbang, 5 menit menjelang sampai di titik lokasi, helikopter berbendera merah putih dan bernomor ekor H-3204 itu gagal mendarat akibat cuaca jelek. Dua helikopter berisi rombongan lainnya, beberapa menit sebelumnya berhasil mendarat.
Dua-tiga kali pilot helikopter kepresidenan berwarna biru dan strip merah putih itu melakukan approach, sedia mendarat. Sebanyak itu pula percobaan gagal, akibat cuaca buruk. Cuaca berkategori bad weather adalah cuaca yang tak bisa dilawan siapa pun.
Dalam hal itu, “pemegang kekuasaan” adalah pilot. Alhasil, Presiden, Panglima TNI, Menteri PUPR dan Kepala BNPB pun pasrah ketika pilot memutuskan untuk tidak mendarat, dan kembali ke Atang Sanjaya.
Di landasan helikopter Sukajaya, Bupati Bogor, Kalak BPBD Kabupaten Bogor, para pemangku kepentingan serta para wartawan sempat terbengong-bengong ketika helikopter kepresidenan menjauh dari lokasi pendaratan.
Mereka baru maklum ketika mendapat penjelasan bahwa helikopter kepresidenan gagal mendarat karena cuaca tak memungkinkan. Sejatinya, di Lanud Atang Sanjaya pun Presiden sudah diberi tahu ihwal kemungkinan cuaca jelek dan gagal mendarat di Sukajaya.
Akan tetapi, Presiden Joko Widodo meminta pilot tetap menuju lokasi bencana dan take a risk. Bahwa kemudian gagal mendarat, karena pilotlah yang memutuskan urung mendarat, karena pilotlah yang mengetahui kondisi bisa dan tidaknya helikopter didaratkan.
Di dalam kabin helikopter, kekecewaan juga merundung para penumpang di dalamnya. Tampak wajah-wajah para petinggi negara yang muram karena urung melihat langsung kondisi rakyat yang tengah didera bencana.
Untuk sesaat, kabin helikopter kepresidenan hening, sampai akhirnya Presiden Joko Widodo yang memecah, dengan melempar pertanyaan kepada Doni Monardo.
“Pak Doni, apa yang harus dilakukan (untuk mencegah longsor),” kata Presiden.
Spontan Doni menjawab, “Kembalikan fungsi lahan dengan menanam vetiver, Pak Presiden.”
Vetiver adalah jenis tanaman yang kita kenal dengan nama akar wangi atau
narwastu. Tanaman ini adalah sejenis rumput yang berasal dari India. Tumbuhan
ini termasuk dalam famili Poaceae, dan masih sekeluarga dengan sereh atau padi.
Sekalipun berjenis rumput, tetapi memiliki akar yang menghunjam hingga kedalaman dua sampai dua-setengah meter. Tak pelak, vetiver menjadi pilihan terbaik untuk ditanam di lahan bekas HGU yang telah digunduli, tanpa reboisasi.
"Ribuan lokasi bekas HGU, pohonnya sudah ditebangi dan ditinggal begitu saja," ungkap Doni.
Bercampur kebisingan suara baling-baling helikopter, mantan Komandan Paspampres itu menyampaikan ke Presiden bahwa sisa-sisa akar pohon yang ditebang, kemudian membusuk dan saat musim hujan tiba dengan curah yang tinggi mengakibatkan rongga tanah rentan longsor. Rumah-rumah penduduk pun dengan mudah dan singkat dilumat arus lumpur longsoran yang deras.
Akar wangi atau vetiver, lanjut Doni adalah pencegah longsor terbaik. “Bioteknologi vetiver sudah diujicoba dan mendapat pengakuan World Bank bahkan PBB. Di banyak tempat dan negara, tanaman ini sudah dikenal luas sebagai tanaman pencegah longsor,” ujar Doni, fasih.
Presiden menarik napas panjang. Ia tampak lega mendapat solusi dari Doni. Sejurus kemudian, Presiden memerintahkan Doni Monardo segera melakukan penanaman vetiver di area gundul, utamanya di lereng-lereng pegunungan.
Untuk itu, Doni diminta melibatkan anggota TNI yang punya kualifikasi panjat tebing, termasuk kelompok Wanadri kelompok pendaki gunung yang memiliki keahlian mendaki.
Doni tak kalah lega. Ia pun menarik napas panjang penuh antusias. “Tahap awal saya siapkan seratus-ribu bibit akar wangi, Bapak Presiden,” ujarnya.
Tak pelak, Doni mendapat PR agar menanam di daerah dengan tingkat kemiringan tertentu yang dalam kondisi gundul, dan rawan longsor.
Doni menyebut, bukan satu-dua lokasi saja, melainkan terdapat ribuan titik rawan longsor di Tanah Air. Itu semua diawali dengan pemberian HGU kepada perusahaan tanpa kontrol serta kewajiban menghijaukan kembali lahan HGU diabaikan dan telah digunduli semena-mena.
Penggundulan itu sudah terjadi 10 hingga 20 tahun yang lalu, dan tahun-tahun ini baru berdampak longsor. Dengan adanya intruksi Presiden untuk menanam akar wangi, diharapkan tragedi longsor bisa dikurangi, atau bahkan dicegah sama sekali.
"Di sela-sela tanaman akar wangi, akan diseling tanaman keras seperti sukun, aren dan alpukat. Selain punya nilai ekologis, juga punya nilai ekonomis," ujar Doni. (egy massadiah)
Dari Lanud Atang Sanjaya ke lapangan helipad di Kecamatan Sukajaya-Bogor bisa ditempuh dalam waktu sekitar 20-an menit dengan helikopter kepresidenan Super Puma L-2 AS-332. Apa daya, cuaca jelek mematahkannya.
Setelah terbang, 5 menit menjelang sampai di titik lokasi, helikopter berbendera merah putih dan bernomor ekor H-3204 itu gagal mendarat akibat cuaca jelek. Dua helikopter berisi rombongan lainnya, beberapa menit sebelumnya berhasil mendarat.
Dua-tiga kali pilot helikopter kepresidenan berwarna biru dan strip merah putih itu melakukan approach, sedia mendarat. Sebanyak itu pula percobaan gagal, akibat cuaca buruk. Cuaca berkategori bad weather adalah cuaca yang tak bisa dilawan siapa pun.
Dalam hal itu, “pemegang kekuasaan” adalah pilot. Alhasil, Presiden, Panglima TNI, Menteri PUPR dan Kepala BNPB pun pasrah ketika pilot memutuskan untuk tidak mendarat, dan kembali ke Atang Sanjaya.
Di landasan helikopter Sukajaya, Bupati Bogor, Kalak BPBD Kabupaten Bogor, para pemangku kepentingan serta para wartawan sempat terbengong-bengong ketika helikopter kepresidenan menjauh dari lokasi pendaratan.
Mereka baru maklum ketika mendapat penjelasan bahwa helikopter kepresidenan gagal mendarat karena cuaca tak memungkinkan. Sejatinya, di Lanud Atang Sanjaya pun Presiden sudah diberi tahu ihwal kemungkinan cuaca jelek dan gagal mendarat di Sukajaya.
Akan tetapi, Presiden Joko Widodo meminta pilot tetap menuju lokasi bencana dan take a risk. Bahwa kemudian gagal mendarat, karena pilotlah yang memutuskan urung mendarat, karena pilotlah yang mengetahui kondisi bisa dan tidaknya helikopter didaratkan.
Di dalam kabin helikopter, kekecewaan juga merundung para penumpang di dalamnya. Tampak wajah-wajah para petinggi negara yang muram karena urung melihat langsung kondisi rakyat yang tengah didera bencana.
Untuk sesaat, kabin helikopter kepresidenan hening, sampai akhirnya Presiden Joko Widodo yang memecah, dengan melempar pertanyaan kepada Doni Monardo.
“Pak Doni, apa yang harus dilakukan (untuk mencegah longsor),” kata Presiden.
Spontan Doni menjawab, “Kembalikan fungsi lahan dengan menanam vetiver, Pak Presiden.”
Sekalipun berjenis rumput, tetapi memiliki akar yang menghunjam hingga kedalaman dua sampai dua-setengah meter. Tak pelak, vetiver menjadi pilihan terbaik untuk ditanam di lahan bekas HGU yang telah digunduli, tanpa reboisasi.
"Ribuan lokasi bekas HGU, pohonnya sudah ditebangi dan ditinggal begitu saja," ungkap Doni.
Bercampur kebisingan suara baling-baling helikopter, mantan Komandan Paspampres itu menyampaikan ke Presiden bahwa sisa-sisa akar pohon yang ditebang, kemudian membusuk dan saat musim hujan tiba dengan curah yang tinggi mengakibatkan rongga tanah rentan longsor. Rumah-rumah penduduk pun dengan mudah dan singkat dilumat arus lumpur longsoran yang deras.
Akar wangi atau vetiver, lanjut Doni adalah pencegah longsor terbaik. “Bioteknologi vetiver sudah diujicoba dan mendapat pengakuan World Bank bahkan PBB. Di banyak tempat dan negara, tanaman ini sudah dikenal luas sebagai tanaman pencegah longsor,” ujar Doni, fasih.
Presiden menarik napas panjang. Ia tampak lega mendapat solusi dari Doni. Sejurus kemudian, Presiden memerintahkan Doni Monardo segera melakukan penanaman vetiver di area gundul, utamanya di lereng-lereng pegunungan.
Untuk itu, Doni diminta melibatkan anggota TNI yang punya kualifikasi panjat tebing, termasuk kelompok Wanadri kelompok pendaki gunung yang memiliki keahlian mendaki.
Doni tak kalah lega. Ia pun menarik napas panjang penuh antusias. “Tahap awal saya siapkan seratus-ribu bibit akar wangi, Bapak Presiden,” ujarnya.
Tak pelak, Doni mendapat PR agar menanam di daerah dengan tingkat kemiringan tertentu yang dalam kondisi gundul, dan rawan longsor.
Doni menyebut, bukan satu-dua lokasi saja, melainkan terdapat ribuan titik rawan longsor di Tanah Air. Itu semua diawali dengan pemberian HGU kepada perusahaan tanpa kontrol serta kewajiban menghijaukan kembali lahan HGU diabaikan dan telah digunduli semena-mena.
Penggundulan itu sudah terjadi 10 hingga 20 tahun yang lalu, dan tahun-tahun ini baru berdampak longsor. Dengan adanya intruksi Presiden untuk menanam akar wangi, diharapkan tragedi longsor bisa dikurangi, atau bahkan dicegah sama sekali.
"Di sela-sela tanaman akar wangi, akan diseling tanaman keras seperti sukun, aren dan alpukat. Selain punya nilai ekologis, juga punya nilai ekonomis," ujar Doni. (egy massadiah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar