Suyoso Nantra : Managemen yang Bobrok Segera Dibenahi
Suyoso Nantra |
Sorotan tajam juga diberikan pemerhati sosial politik tanah air, Suyoso Nantra SSos MM, yang mendukung langkah Meneg BUMN Erick Thohir untuk merombak, membenahi perusahaan-perusahaan plat merah yang managemennya bobrok.
Namun Suyoso Nantra menegaskan, pemerintah jangan tebang pilih, artinya siapa saja 'perusak' BUMN harus disikat, dan yang melanggar aturan harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Tak peduli siapa dia, darimana kelompok atau afiliasi politiknya, namun keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.
Suyoso Nantra mencontohkan perihal BUMN yang mengurusi asuransi yaitu Bumiputera dan Jiwasraya. Bahkan istri Suyoso Nantra yang merupakan nasabah Bumiputera, sampai saat ini klaim asuransinya juga belum keluar, hingga konsumen sangat dirugikan.
"Ada apa dengan Bumiputera dan Jiwasraya? Banyak konsumennya dirugikan. Pemerintah harus tegas dan mengambil langkah cepat, selain pembenahan managemennya perusahaan asuransi itu, juga harus ada proses hukum bagi para pelakunya yang jelas merugikan negara dan merugikan rakyat," seru Suyoso Nantra-penasehat kabarkaltim, yang juga Kepala UTPD PPRD Bapenda Kaltim wilayah Paser.
"Tahun baru 2020, pekerjaan rumah masih menumpuk bagi pemerintah. Dan rakyat melihat itu, ingin melihat penyelesaian dari pemerintah. Jangan korbankan rakyat. Itu baru di Bumiputera dan Jiwasraya, belum lagi di perusahaan BUMN lainnya yang bermasalah," tegas Suyoso Nantra.
Bahkan Suyoso dengan tegas menyerukan, siapa yang kecipratan dana dari kasus Jiwasraya, agar dengan ksatria mengundurkan diri dari jabatannya. "Termasuk semisal sang Menteri BUMN jika ada menerima atau kecipratan dana, secara gentlemen mundur, kalau tidak ya maju terus merombak BUMN yang bermasalah," beber Suyoso Nantra yang dikenal kritis ini.
Untuk informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap 10 orang terkait kasus korupsi di Jiwasraya. Dari 10 orang itu, dua di antaranya adalah eks Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim dan eks Direktur Keuangan Hary Prasetyo. Hary Prasetyo pernah bekerja di Istana sebagai staf Presiden, eks tenaga ahli utama kedeputian III bidang kajian dan pengelolaan isu-isu ekonomi strategis.
Untuk informasi awal pembaca, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah mencium dugaan upaya Bumiputera dan Jiwasyara untuk 'menghancurkan diri sendiri'. Koordinator Komisi III Advokasi BKPN Rizal E Halim menyebut, pihaknya melihat ada mekanisme 'self destroy' yang berujung pada pailit.
Rizal menambahkan dari data awal yang mereka kumpulkan diketahui Bumiputera dan Jiwasraya ada dugaan mismanagement dan investasi yang manipulatif. Kedua persoalan ini berdampak pada besarnya piutang yang harus ditanggung oleh kedua asuransi.
BPKN mencatat sepanjang 2019, ada 1.510 kasus yang ada potensi kerugian. Menurut Rizal, kasus asuransi baru sekitar 20-an kasus. Namun, potensi kerugiannya sekitar Rp40 triliun hingga Rp50 triliun.
Sebelumnya, masalah keuangan Jiwasraya bermula ketika perseroan menunda pembayaran klaim produk saving plan yang dijual melalui tujuh bank mitra (bancassurance) senilai Rp802 miliar per Oktober 2018. Di tengah penyelesaian kasus Jiwasraya, Kementerian BUMN justru melaporkan indikasi kecurangan dalam tubuh Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pasalnya, Kementerian BUMN fakta bahwa ada sejumlah aset perusahaan yang diinvestasikan secara tidak hati-hati (prudent). Selain itu, Jiwasraya juga sempat mengeluarkan produk asuransi yang menawarkan imbal hasil (return) cukup tinggi kepada nasabah.
Hal inilah yang membuat Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas beberapa waktu terakhir sehingga terpaksa menunda pembayaran klaim kepada nasabahnya.
Pada 2012 lalu, jumlah aset yang dimiliki hanya Rp12,1 triliun, tapi kewajiban perusahaan tembus Rp22,77 triliun. Hingga kini, masih terdapat nasabah Bumiputera yang belum mendapatkan pembayaran haknya. (kk/net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar