Siaran Pers IPW : Neta S Pane-Ketua Presidium Ind Police Watch
Kapolri Tito Karnavia dan Panglima TNI Hadi (foto net) |
Seiring
dengan kondusifnya situasi Papua, Kapolri perlu melakukan
langkah-langkah evaluasi, antisipatif maupun deteksi dini serta
meningkatkan patroli sibernya agar kekacauan tidak terulang.
Setidaknya
ada tiga langkah yang perlu dilakukan Polri. Pertama, mengevaluasi
kinerja jajaran kepolisian, terutama di Surabaya, Papua Barat dan Papua.
Apakah pejabat kepolisian di Surabaya sudah bekerja sesuai SOO dalam
menyelesaikan masalah di depan Asrama Mahasiswa Papua, ini patut
dievaluasi.
Lalu
seperti apa deteksi dini dan antisipasi yang dilakukan pimpinan
kepolisian di Surabaya, Papua Barat dan Papua hingga masalah yang ada
bisa melebar ke mana-mana dan menjadi kerusuhan yang tak terkendali.
Evaluasi
ini diperlukan untuk mengukur seperti apa kinerja kepolisian di ketiga
daerah itu, agar ke depan peristiwa serupa tidak terulang dan bisa
dikendalikan dengan cepat dan tepat.
Kedua,
sejauh mana keberhasilan kinerja Patroli Siber kepolisian dalam memburu
dan menangkap para provokator digital dalam negeri, yang memprovokasi
kasus Surabaya hingga menjadi letupan kerusuhan di sejumlah kota di
Papua Barat dan Papua. Sebab dari informasi yang diperoleh IPW, aksi
provokasi digital itu dikendalikan dari empat kota : Jakarta, Surabaya,
Gorontalo dan Biak.
Polri
perlu menjelaskan secara transparan sejauh mana hasil Patroli Siber
melakukan penyelidikan dan menyentuh, untuk kemudian menciduk para
provokator digital dalam negeri tersebut.
Ketiga,
keterlibatan pihak asing dalam banyak kasus di Papua bukan hal baru.
Dalam kasus berbagai kerusuhan di Papua pasca kasus Surabaya, Polri
perlu membuka keterlibatan pihak asing secara transparan agar warga di
Papua tidak mudah diprovokasi oleh mereka.
IPW
mendapat informasi ada dua ada strategi yang dilakukan pihak asing
dalam memprovokasi kerusuhan di Papua. Semua itu mereka gerakkan pasca
kasus Surabaya. Yakni memprovokasi lewat medsos, khususnya lewat WA
sehingga manuver mereka tidak bisa dikendalikan aparat keamanan.
Selain
itu, menjadikan sebuah negara kecil di Pacific sebagai pangkalan atau
markas besar Papua Barat Merdeka untuk mensuport provokasi ke wilayah
Papua.
Ketiga hal ini perlu dicermati Polri secara intensif yang tentunya
bekerjasama dengan TNI dan Kementerian Luar Negeri, terutama dalam
mengantisipasi manuver oknum oknum dari luar negeri yang selalu hendak
memprovokasi masyarakat Papua.
Mata
rantai gerakan ini perlu segera diputus. Dengan berkantornya Kapolri
dan Panglima TNI di Papua diharapkan denyut nadi dan dinamika warga
Papua sesungguhnya dapat dirasakan kedua petinggi keamanan itu, sehingga
akan bisa lebih kontekstual lagi dalam mengambil tindakan pengamanan di
Bumi Cenderawasih itu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar