"Semangat itulah yang diimplementasikan DPR RI dalam rangkaian acara peringatan HUT Republik Indonesia ke-74 sekaligus HUT DPR RI ke-74. Dimulai dengan 'Gowes Sehat' pada 31 Agustus 2019, ditutup hari ini dengan pertandingan bulutangkis, memperebutkan Piala Ketua DPR RI. Selain perwujudan semangat fairplay dan sportivitas dalam hidup, juga mencerminkan semangat 'Men Sana in Corpore Sano', di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat," ujar Bamsoet saat membuka Pertandingan Bulutangkis, di Sport Center DPR RI, Jakarta, Selasa (17/09/19).
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Ketua Komisi IV DPR RI Edhy
Prabowo, Anggota Komisi III DPR RI Aria Bima, Anggota Komisi V DPR RI Andi Iwan
Aras, dan Ketua BNP2TKI Nusron Wahid. Pertandingan yang diikuti 90 lebih
peserta ini terbagi dalam dua kelas pertandingan. Para karyawan, staf ahli,
anggota DPR RI, wartawan, mitra kerja DPR, dan masyarakat umum, semua berbaur
menjadi satu.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menambahkan, selain menjadi salah satu cabang olahraga berprestasi yang membanggakan, di mata Bangsa Indonesia, bulutangkis merupakan cabang olahraga 'sejuta umat', berdampingan dengan sepak bola yang telah menjadi urat nadi kehidupan olahraga masyarakat. Tak heran jika bermain bulutangkis juga dapat dijadikan ajang mempererat hubungan persaudaraan sesama anak bangsa.
"Karenanya, dalam pertandingan bulutangkis ini, hal yang lebih penting untuk dikedepankan adalah kebersamaan, bukan menang atau kalah. Dengan demikian target utamanya bukanlah menjadi juara, melainkan meningkatkan rasa persaudaraan," tutur Bamsoet.
Lebih jauh Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, sejarah bulutangkis di Indonesia telah dimulai sekitar tahun 1930-an. Pada masa itu, cabang olahraga ini bernaung dalam Ikatan Sport Indonesia (ISI). Bulutangkis kemudian sempat dilupakan karena Indonesia menghadapi masa perang.
"Setelah Indonesia merdeka, bulutangkis kembali berkembang pada tahun 1947. Bahkan pada tahun 1948, dalam kampanye nation building yang digelorakan Presiden Soekarno, didalamnya turut menyertakan olahraga. Bulutangkis menjadi salah satu cabang olahraga yang diperkenalkan dalam kampanye tersebut. Pada saat itu Presiden Soekarno berjanji akan menjadikan Indonesia sukses berprestasi tingkat dunia," jelas Bamsoet.
Melalui Keppres No. 263 Tahun 1953, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, Presiden Soekarno mencanangkan Indonesia bisa berada di posisi 10 besar dunia. Harapan tersebut akhirnya dapat diraih pada tahun 1958.
"Ketika itu, Indonesia sukses menjuarai Thomas Cup di Singapura. Menjawab tantangan negara-negara lain yang pada saat itu menganggap Indonesia hanyalah tim lemah. Prestasi membanggakan itulah yang harus kita pertahankan hingga saat ini," terang Bamsoet.
Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menilai, dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa, seharusnya bukan hal yang sulit bagi Indonesia melahirkan atlet berprestasi di berbagai cabang olahraga, termasuk bulutangkis. Di masa lalu Indonesia berhasil melahirkan para pemain bulutangkis legendaris seperti Rudi Hartono yang mampu memenangi kejuaraan All England hingga delapan kali, sejak tahun 1960-an sampai 1980-an, yang hingga kini belum bisa ditandingi oleh atlet bulutangkis dari negara manapun.
"Jejak Rudi Hartono kemudian diikuti Liem Swe King, Susi Susanti, Alan Budikusuma, Taufik Hidayat dan beberapa atlet lainnya yang meraih berbagai predikat juara di tingkat internasional, termasuk olimpiade. Diantaranya atlet muda, Jonathan Christie yang mengharumkan nama Indonesia dalam kancah Asian Games 2018 serta pasangan ganda putra Muhammad Ahsan dan Hendra Setiawan yang baru saja memenangkan gelar Juara Dunia 2019 di Jepang. Maupun pasangan fenomenal Marcus Gideon dengan Kevin Sanjaya yang masih menempati peringkat 1 ganda putra dunia. Kedepannya Indonesia harus mampu terus melahirkan para atlet yang mengharumkan nama bangsa," pungkas Bamsoet. (*/ki)
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menambahkan, selain menjadi salah satu cabang olahraga berprestasi yang membanggakan, di mata Bangsa Indonesia, bulutangkis merupakan cabang olahraga 'sejuta umat', berdampingan dengan sepak bola yang telah menjadi urat nadi kehidupan olahraga masyarakat. Tak heran jika bermain bulutangkis juga dapat dijadikan ajang mempererat hubungan persaudaraan sesama anak bangsa.
"Karenanya, dalam pertandingan bulutangkis ini, hal yang lebih penting untuk dikedepankan adalah kebersamaan, bukan menang atau kalah. Dengan demikian target utamanya bukanlah menjadi juara, melainkan meningkatkan rasa persaudaraan," tutur Bamsoet.
Lebih jauh Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, sejarah bulutangkis di Indonesia telah dimulai sekitar tahun 1930-an. Pada masa itu, cabang olahraga ini bernaung dalam Ikatan Sport Indonesia (ISI). Bulutangkis kemudian sempat dilupakan karena Indonesia menghadapi masa perang.
"Setelah Indonesia merdeka, bulutangkis kembali berkembang pada tahun 1947. Bahkan pada tahun 1948, dalam kampanye nation building yang digelorakan Presiden Soekarno, didalamnya turut menyertakan olahraga. Bulutangkis menjadi salah satu cabang olahraga yang diperkenalkan dalam kampanye tersebut. Pada saat itu Presiden Soekarno berjanji akan menjadikan Indonesia sukses berprestasi tingkat dunia," jelas Bamsoet.
Melalui Keppres No. 263 Tahun 1953, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, Presiden Soekarno mencanangkan Indonesia bisa berada di posisi 10 besar dunia. Harapan tersebut akhirnya dapat diraih pada tahun 1958.
"Ketika itu, Indonesia sukses menjuarai Thomas Cup di Singapura. Menjawab tantangan negara-negara lain yang pada saat itu menganggap Indonesia hanyalah tim lemah. Prestasi membanggakan itulah yang harus kita pertahankan hingga saat ini," terang Bamsoet.
Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menilai, dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa, seharusnya bukan hal yang sulit bagi Indonesia melahirkan atlet berprestasi di berbagai cabang olahraga, termasuk bulutangkis. Di masa lalu Indonesia berhasil melahirkan para pemain bulutangkis legendaris seperti Rudi Hartono yang mampu memenangi kejuaraan All England hingga delapan kali, sejak tahun 1960-an sampai 1980-an, yang hingga kini belum bisa ditandingi oleh atlet bulutangkis dari negara manapun.
"Jejak Rudi Hartono kemudian diikuti Liem Swe King, Susi Susanti, Alan Budikusuma, Taufik Hidayat dan beberapa atlet lainnya yang meraih berbagai predikat juara di tingkat internasional, termasuk olimpiade. Diantaranya atlet muda, Jonathan Christie yang mengharumkan nama Indonesia dalam kancah Asian Games 2018 serta pasangan ganda putra Muhammad Ahsan dan Hendra Setiawan yang baru saja memenangkan gelar Juara Dunia 2019 di Jepang. Maupun pasangan fenomenal Marcus Gideon dengan Kevin Sanjaya yang masih menempati peringkat 1 ganda putra dunia. Kedepannya Indonesia harus mampu terus melahirkan para atlet yang mengharumkan nama bangsa," pungkas Bamsoet. (*/ki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar