GENERASI
muda jangan hanya siap bertanding saja, namun juga harus siap
bersanding manakala kalah dalam permainan di semua tingkatan. Mulai dari
Pilkades, Pilkada hingga Pilpres. Hal ini penting dalam menjaga
keutuhan bangsa.
Bambang Soesatyo atau Bamsoet juga mengingatkan Polri, agar lebih
bijaksana dalam menangani aksi unjuk rasa agar Polri tidak selalu
menjadi target serangan atau pelampiasan amarah sejumlah orang.
“Dari
kecenderungan itu, saya mendorong pimpinan Polri mencermati dan
mendalami kasus-kasus serangan terhadap anggota dan sejumlah objek milik
Polri. Respons terukur Polri terhadap kecenderungan itu perlu untuk
menjaga moral prajurit dan menjaga optimisme masyarakat,” ujar Bamsoet
di sela-sela acara Silaturahmi dan Buka Puasa Bersama dengan para tokoh
Kelompok Cipayung di Jakarta, 27 Mei 2019.
Acara yang digelar oleh Kementerian Perguruan Tinggi dan Ristek dengan
tema “Merajut Kebangsaan Pasca Pilpres” itu dihadiri banyak tokoh
Kelompok Cipayung.
Antara
lain Menristekdikti Mohamad Nasir, Akbar Tanjung, Theo Sambuaga, para
Ketua Umum dan Sekjen Organisasi Ekstra Kampus yang tergabung dalam
Kelompok Cipayung Plus (PMII, PMKRI, GMKI, GMNI, HMI, IMM, Hikmabudhi,
KMHDI) dan alumni.
Polri, kata Ketua DPR, tidak boleh terlihat lemah di mata dan benak
masyarakat. Sebaliknya, Polri harus responsif terhadap segala bentuk
serangan yang bertujuan memperlemah moral prajurit dan merusak citra
institusi Polri.
Kedua upaya itu terlihat cukup intensif akhir-akhir ini.
Setelah serangan dan pembakaran mobil di sekitar Asrama Brimob Petamburan, Jakarta Barat dan pembakaran pos polisi di Jalan
Wahid Hasjim, Jakarta Pusat pada 22 Mei lalu, serangan itu berlanjut
pada dua kota di Jawa Tengah, jelang akhir pekan lalu.
Mako
Brimob Kompi 3 Batalyon B Watumas, Purwokerto, Banyumas, diberondong
tembakan oleh orang tak dikenal pada Sabtu 25 Mei 2019 dini hari. Selain
melukai seorang anggota Brimob, rentetan tembakan itu membuat genting
pos jaga rontok. Sehari sebelumnya atau Jumat 24 Mei tengah malam,
giliran Pos Polisi Pakis, Delanggu, Klaten, dibakar orang tak dikenal.
Peristiwa
pembakaran ini dibenarkan warga sekitar pos polisi di Jalan
Solo-Yogyakarta, Kecamatan Delanggu.
Serangan itu sudah barang tentu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang
marah dan dendam kepada Polri. Selain sel-sel teroris, tidak tertutup
kemungkinan adanya kelompok lain yang menunggangi kemarahan para
teoris.
Kalau
aksi damai di Jakarta bisa ditunggangi oleh kelompok perusuh, serangan
terhadap prajurit dan objek Polri bisa juga ditunggangi oleh kelompok
lain.
Melengkapi rangkaian serangan itu, dibangun narasi tentang kebrutalan
Polri ketika mengendalikan unjuk rasa pada 21-22 Mei 2019 di depan
gedung Bawaslu di Jakarta. Disebarkan hoax tentang seorang bocah tewas
akibat dipukuli oknum Brimob di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta
Pusat.
Ada
orasi di depan massa yang menuduh polisi PKI karena menembaki umat
Islam secara ugal-ugalan.
Narasi-narasi atau hoax itu praktis bertentangan dengan persepsi
masyarakat yang justru memberi apresiasi atas kerja keras dan kesabaran
Polri menjaga keamanan dan ketertiban umum akhir-akhir ini.
Dari
rangkaian peristiwa itulah Ketua DPR mendorong pimpinan Polri
mencermati dan mendalami kecenderungan tersebut.
Cepat atau lambat, Polri harus memberi respons terukur. Polri mampu
mengeliminasi ancaman teroris. Maka, Polri pun diharapkan bisa segera
mengungkap kekuatan atau kelompok yang merancang serangan terhadap
prajurit dan objek milik Polri. (bamsoet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar