SIARAN PERS IPW : Neta S Pane-Ketua Presidium Ind Police Watch
RENCANA
pengembalian Deputi Penindakan KPK ke Polri adalah gambaran bahwa
lembaga rasuah itu kini penuh intrik dan manuver politik serta semakin
membuka front terhadap kepolisian.
Indonesia
Police Watch (IPW) menyayangkan pengembalian Deputi Penindakan itu,
jika terjadi. Pengembalian anggota Polri dari KPK ke institusinya adalah
hal biasa, jika tidak ada insiden. Tapi pengembalian Deputi Penindakan
KPK ke Polri kali ini terkesan sarat kepentingan pihak tertentu,
mengingat sebelumnya ada manuver dan gejolak di internal KPK.
Ini
sangat tidak sehat dan terkesan pimpinan KPK kalah oleh manuver pihak
tertentu di internal KPK. Para pimpinan KPK seperti anak kos yang tidak
mengakar di KPK, padahal para pimpinan KPK dipilih dari hasil seleksi
yang ketat dengan biaya negara.
Dengan
adanya kasus ini terkesan KPK sudah menjadi "kerajaan" pihak tertentu
dan ke depan ini sangat berbahaya bagi pemberantasan korupsi di negeri
ini.
Sebelum adanya rencana pengembalian Deputi Penindakan itu, di KPK muncul
kasus Surat Terbuka yang ditandatangani sejumlah orang.
Dengan
adanya surat terbuka itu, IPW menilai ada hal yang aneh di KPK.
Seharusnya para pimpinan KPK menjelaskan secara transparan, seperti apa
kebenaran Surat Terbuka itu dan bagaimana kondisi KPK yang sebenarnya
saat ini.
Bukannya
menjelaskan secara transparan soal kondisi di internal KPK, Pimpinan
KPK malah akan mengembalikan direktur penindakan KPK ke Polri. Apakah
pengembalian ini adalah gambaran bahwa direktur penindakan tersebut
merupakan "biang masalah" konflik internal KPK, atau justru para
pimpinan KPK tidak berdaya menghadapi manuver dan tekanan pihak tertentu
di internal KPK sehingga Direktur Penindakan itu terpaksa dikorbankan.
Semua
ini harus transparan dijelaskan pimpinan KPK terhadap masyarakat,
sehingga masyarakat paham terhadap kondisi internal KPK yang
sesungguhnya, mengingat lembaga anti rasuah itu dibiayai negara dari
pajak rakyat.
Jangan
sampai pimpinan KPK dikebiri dan tidak berdaya menghadapi manuver
politik oknum-oknum di internalnya, sehingga figur demi figur
dikorbankan. Bagaimana pun surat terbuka tersebut gambaran bahwa KPK
sangat tidak sehat dan penuh intrik.
Surat
terbuka itu sebuah gambaran nyata bahwa KPK tidak solid dan sedang
terpecah belah dan sedang diadudomba pihak-pihak yang merasa full power
di lembaga anti rasuah tersebut.
Kondisi
ini akan sangat berbahaya bagi KPK yang saat dibentuk diharapkan solid
dan mampu memberantas korupsi di negeri ini.
Melihat surat terbuka itu tergambar jelas bahwa musuh utama oknum
tertentu di internal KPK adalah penyidik Polri. Jika kondisi ini terus
berlanjut akan terjadi perang terbuka di internal KPK antara penyidik
Polri dan penyidik non Polri.
Akan
terjadi polarisasi yang berbahaya bagi masa depan penegakan hukum yang
dilakukan KPK, apalagi para penyidik yang direkrut atau digeser melalui
tanpa tes, meski sebelumnya yang bersangkutan adalah penyelidik. Kondisi
menghalalkan cara yang bernuansa politis ini tentu tidak boleh
ditolerir karena sangat berbahaya bagi masa depan KPK dan keputusan
hukum yang dibuatnya tentu akan sulit dipertanggungjawabkan.
Jika
penuh intrik dan bermain politik politikan, buat apa ada KPK? Bubarkan
saja KPK. Jika kondisi ini dibiarkan KPK akan lebih buruk dari
kepolisian dan kejaksaan dalam melakukan pemberantasan korupsi. Padahal
KPK dibentuk karena publik tidak percaya pada kepolisian dan kejaksaan.
Jika
ternyata KPK tidak solid, cakar-cakaran, main politik politikan dan
tebang pilih sebaiknya dibubarkan saja. Untuk itu komisi 3 DPR yang
berfungsi mengawasi kinerja KPK perlu memanggil semua pimpinan KPK untuk
menjelaskan aksi cakar-cakaran di internal KPK ini. Bagaimana mungkin
KPK yang penuh intrik politik dan cakar-cakaran di internalnya bisa
diharapkan memberantas korupsi dengan benar.
(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar