JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai satu diantara banyak hal yang menjadi kebanggaan Indonesia adalah keberagaman seni dan budaya. Namun sayangnya, kini keberagaman seni dan budaya tersebut mulai terdisrupsi oleh benturan akibat berbagai politisasi. Jika tidak pandai menyiasati, Indonesia malah akan terjebak menjadi arena pertarungan antar ideologi yang tak sejalan dengan jati diri. Padahal, para founding fathers sudah menyepakati Pancasila sebagai ideologi dan way of life bangsa Indonesia.
"Di era disrupsi teknologi dan informasi akibat Revolusi Industri 4.0 ini, pembangunan bangsa menjadi tidak mudah. Perlu penyelarasan berbagai perbedaan yang beranekaragam. Atas dasar hal itulah, upaya memperkuat penelitian, khususnya kualitatif, harus dilakukan. Sehingga bisa menyerap berbagai realitas masyarakat dan memberikan solusi pembangunan yang sejalan dengan cita-cita bangsa dan negara," ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Seminar dan Lokakarya Kualitatif Indonesia 2019, diselenggarakan Universitas Matana bersama Indonesia Qualitative Research Association, di DPR RI, Jakarta, Selasa (19/03/2019).
"Di era disrupsi teknologi dan informasi akibat Revolusi Industri 4.0 ini, pembangunan bangsa menjadi tidak mudah. Perlu penyelarasan berbagai perbedaan yang beranekaragam. Atas dasar hal itulah, upaya memperkuat penelitian, khususnya kualitatif, harus dilakukan. Sehingga bisa menyerap berbagai realitas masyarakat dan memberikan solusi pembangunan yang sejalan dengan cita-cita bangsa dan negara," ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Seminar dan Lokakarya Kualitatif Indonesia 2019, diselenggarakan Universitas Matana bersama Indonesia Qualitative Research Association, di DPR RI, Jakarta, Selasa (19/03/2019).
Dari segi sumber daya manusia (SDM), politisi Partai Golkar ini menuturkan jumlah peneliti Indonesia masih jauh dari harapan. Data UNESCO pada 2018 menyebutkan bahwa kuantitas periset Indonesia paling sedikit dibanding negara-negara G-20 lainnya.
"Rasio jumlah periset di Indonesia sekitar 89 peneliti per 1 juta penduduk. Sedangkan Singapura memiliki 6.658 peneliti per 1 juta penduduk. Rasio yang dimiliki Indonesia tersebut juga masih jauh dari perbandingan ideal peneliti yang ditetapkan World Bank, yaitu antara 4.00-5.000 peneliti per 1 juta penduduk," tutur Bamsoet.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini menambahkan, dengan jumlah penduduk mencapai 262 juta jiwa dan jumlah peneliti yang sangat kurang, tentu menjadi dilema bagi bangsa Indonesia. Karena itu, DPR RI melalui berbagai produk legislasinya terus berupaya meningkatkan daya penelitian serta meningkatkan kesejahteraan peneliti.
"Indonesia sudah mempunyai UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ini menjadi bukti dari segi regulasi penelitian di Indonesia sudah cukup mapan. Jikapun dirasa ada kebutuhan merevisi undang-undang tersebut agar menyesuaikan kondisi zaman, DPR RI sangat terbuka," tandas Bamsoet.
Di DPR RI sendiri, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, telah banyak melakukan kerjasama dengan peneliti dari berbagai universitas. Terutama dalam membantu perumusan dan pembahasan sebuah rancangan undang-undang.
"Badan Keahlian Dewan (BKD) sebagai think thank DPR RI punya beberapa unit kerja. Antara lain Pusat Perancangan Undang-Undang, Pusat Pemantau Pelaksanaan Undang-Undang, Pusat Kajian Anggaran, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara dan Pusat Penelitian. Kerjasama intensif sudah dilakukan antara lain dengan para peneliti dari UGM, USU, Andalas, UIN Jakarta, Parahyangan Bandung, UPI Bandung, Asosiasi Ilmuan Administrasi Negara, Universitas Katolik Widya Mandiri NTT, Universitas Terbuka Jakarta dan Universitas Tadulako," papar Bamsoet.
Selain itu, Dewan Pakar KAHMI ini menerangkan, Badan Keahlian Dewan melalui Pusat Penelitian juga secara berkala menerbitkan Jurnal dan Buku yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana publikasi riset bagi para peneliti Indonesia. Dengan demikian bisa meningkatkan jumlah publikasi ilmiah peneliti dalam negeri, yang jumlahnya kini masih tertinggal dibanding negara tetangga lainnya.
"Data Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi, dalam setahun Indonesia hanya mampu menghasilkan 6.260 riset. Sementara Malaysia mampu membuat 250.000 riset, Singapura 18.00 riset, dan Thailand 12.000-13.000 riset," terang Bamsoet.
Sebelum menutup paparan, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menaruh harapan besar agar Seminar dan Lokakarnya yang melibatkan lebih dari 100 peserta dari 23 kampus dengan beragam disiplin ilmu ini bisa memberikan rangsangan bagi tumbuhnya dunia penelitian di Indonesia. Sehingga bisa mendongkrak jumlah peneliti maupun publikasi ilmiah.
"Begitupun dengan keberadaan Indonesia Qualitative Research Association (IQRA) yang menghimpun para peneliti kualitatif di Indonesia. Harus bisa memajukan iklim penelitian yang berorientasi pada pembangunan lintas sektor, demi mewujudkan Indonesia yang maju dan visioner," pungkas Bamsoet. (*/ki)
"Rasio jumlah periset di Indonesia sekitar 89 peneliti per 1 juta penduduk. Sedangkan Singapura memiliki 6.658 peneliti per 1 juta penduduk. Rasio yang dimiliki Indonesia tersebut juga masih jauh dari perbandingan ideal peneliti yang ditetapkan World Bank, yaitu antara 4.00-5.000 peneliti per 1 juta penduduk," tutur Bamsoet.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen ini menambahkan, dengan jumlah penduduk mencapai 262 juta jiwa dan jumlah peneliti yang sangat kurang, tentu menjadi dilema bagi bangsa Indonesia. Karena itu, DPR RI melalui berbagai produk legislasinya terus berupaya meningkatkan daya penelitian serta meningkatkan kesejahteraan peneliti.
"Indonesia sudah mempunyai UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ini menjadi bukti dari segi regulasi penelitian di Indonesia sudah cukup mapan. Jikapun dirasa ada kebutuhan merevisi undang-undang tersebut agar menyesuaikan kondisi zaman, DPR RI sangat terbuka," tandas Bamsoet.
Di DPR RI sendiri, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, telah banyak melakukan kerjasama dengan peneliti dari berbagai universitas. Terutama dalam membantu perumusan dan pembahasan sebuah rancangan undang-undang.
"Badan Keahlian Dewan (BKD) sebagai think thank DPR RI punya beberapa unit kerja. Antara lain Pusat Perancangan Undang-Undang, Pusat Pemantau Pelaksanaan Undang-Undang, Pusat Kajian Anggaran, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara dan Pusat Penelitian. Kerjasama intensif sudah dilakukan antara lain dengan para peneliti dari UGM, USU, Andalas, UIN Jakarta, Parahyangan Bandung, UPI Bandung, Asosiasi Ilmuan Administrasi Negara, Universitas Katolik Widya Mandiri NTT, Universitas Terbuka Jakarta dan Universitas Tadulako," papar Bamsoet.
Selain itu, Dewan Pakar KAHMI ini menerangkan, Badan Keahlian Dewan melalui Pusat Penelitian juga secara berkala menerbitkan Jurnal dan Buku yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana publikasi riset bagi para peneliti Indonesia. Dengan demikian bisa meningkatkan jumlah publikasi ilmiah peneliti dalam negeri, yang jumlahnya kini masih tertinggal dibanding negara tetangga lainnya.
"Data Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi, dalam setahun Indonesia hanya mampu menghasilkan 6.260 riset. Sementara Malaysia mampu membuat 250.000 riset, Singapura 18.00 riset, dan Thailand 12.000-13.000 riset," terang Bamsoet.
Sebelum menutup paparan, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menaruh harapan besar agar Seminar dan Lokakarnya yang melibatkan lebih dari 100 peserta dari 23 kampus dengan beragam disiplin ilmu ini bisa memberikan rangsangan bagi tumbuhnya dunia penelitian di Indonesia. Sehingga bisa mendongkrak jumlah peneliti maupun publikasi ilmiah.
"Begitupun dengan keberadaan Indonesia Qualitative Research Association (IQRA) yang menghimpun para peneliti kualitatif di Indonesia. Harus bisa memajukan iklim penelitian yang berorientasi pada pembangunan lintas sektor, demi mewujudkan Indonesia yang maju dan visioner," pungkas Bamsoet. (*/ki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar