JAKARTA, KABARINDONESIA.CO.ID - Aksi umat Pers yang digelar Rabu (4/7/2018) yang diakomodir sejumlah organisasi pers nasional sebagai bentuk perlawanan umat Pers terhadap tirani kekuasaan Dewan Pers. Refleksi dan reaksitas umat Pers terhadap kebijakan-kebijakan dewan pers yang dinilai tidak berpihak pada jurnalis, diskriminatif bahkan telah mengkriminalisasi hampir di setiap daerah. Penolakan tersebut berawal dari kebijakan dan sikap dewan pers yang selama ini dirasakan telah membunuh karakter Pers dan membunuh kemerdekaan Pers, memicu kemarahan dan memuncaknya hak tolak atas kinerja dewan pers yang tidak sesuai dengan tujuan awal, sebagai amanah reformasi dan demokrasi untuk mengembalikan citra martabat harga diri bangsa kepada Pers Pancasila.
Aksi serentak yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, dengan sentral DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan menjadi titik vital.
Dalam orasinya di depan gedung dewan pers, para organisasi pers dan umat pers mendorong Majelis Pers untuk mengambil sikap dam langkah tegas dalam melakukan evaluasi kinerja dewan pers selama ini.
Sekjen Majelis Pers sekaligus ketua umum KWRI, Ozzy Sulaiman Sudiro mengatakan di hadapan ratusan awak media di pelataran gedung dewan pers Jakarta, bahwa kemerdekaan pers yang sudah diperjuangkan bersama pejuang Pers Reformis (Majelis Pers) diduga telah dibajak oleh sekelompok pesanan sponsor penguasa dan pengusaha Pers, seolah-olah kemerdekaan Pers ini hanya diraih dan diperjuangkan oleh segelintir organisasi Pers.
“Itu adalah kebohongan publik dan
penghianatan nurani, bahwa kemerdekaan Pers yang sudah kita perjuangkan adalah
hasil perjuangan 27 organisasi wartawan, sejarah telah mencatat itu, Majelis
Pers yang turut membidani kelahirannya Dwewan Pers merasa prihatin dan duka
yang mendalam kapada para jurnalis yang saat ini berada dalam hotel prodeo
hingga kematian seperti yang dialami M Yusuf karena sebuah berita, mengacu UU
No.40 thn 1999 tentang Pers, bahwa sebuah karya jurnalistik tidak menganut
kriminalitas, karena wartawan di dalam melaksanakan fungsi dan tugas jurnalistiknya
secara konstitusi dilindungi Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers,” urai
Ozzy.
Sementara lahir Undang-undang ITE No
19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No 11 tahun 2008 terkait
informasi transaksi elektronik, keberadaannya diberlakukan semata-mata untuk
sosial media dalam hal ini, twitter, facebook, instagram dan sebagainya
“Bukan terhadap jurnalis, terutama
Pasal 45 A dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah. Itu
artinya sama saja kiamat sugro bagi wartawan. Hal ini menjadi catatan buram bagi
kinerja pengurus dewan pers sepanjang sejarah kemerdakaan Pers dan telah menciderai
kemerdekaan pers,”.
"Kami memberikan apresiasi dan tentu menempatkan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pejuang Pers kepada teman-teman peserta aksi, baik di Jakarta maupun di berbagai daerah, bahwa momen ini menjadi langkah maju merebut kembalinya kemerdekaan pers. Karena kita adalah seorang pejuang dan bukan orang-orang yang diperjuangkan. Dan kami meminta kepada pengurus DP untuk mengevaluasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakannya bila perlu mencabut hal-hal yang berpotensi terhadap pembunuhan karakter Pers dan membunuh kemerdekaan Pers,” beber Ozzy.
"Kami memberikan apresiasi dan tentu menempatkan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pejuang Pers kepada teman-teman peserta aksi, baik di Jakarta maupun di berbagai daerah, bahwa momen ini menjadi langkah maju merebut kembalinya kemerdekaan pers. Karena kita adalah seorang pejuang dan bukan orang-orang yang diperjuangkan. Dan kami meminta kepada pengurus DP untuk mengevaluasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakannya bila perlu mencabut hal-hal yang berpotensi terhadap pembunuhan karakter Pers dan membunuh kemerdekaan Pers,” beber Ozzy.
Upaya-upaya pembodohan terhadap pers nasional akan segera berakhir, dan pihaknya akan segera membentuk tim khusus untuk melakukan konsolidasi, diskusi kapada Ketua DPR RI, Menkoinfo dan para pakar hukum di bidangnya agar segera melakukan juridical review terhadap UU Pers Nomor 40 tahun 1999 tentang pers serta mereview MoU yang dilakukan dewan pers dengan Polri dan TNI.
Dalam aksi ini, Dewan Pers diberikan hadiah keranda mayat sebagai simbol matinya kemerdekaan Pers. (zy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar