Penulis : Dra Dwi Endah Prihatiningsih (Kepala SMP Negeri 9
Purworejo)
Dwi Endah Prihatiningsih |
Riset kecil membuktikan, sebagian guru mengatakan yang penting aku berusaha untuk melaksanakan kewajibanku sebagai guru dengan cara sebaik-baiknya. Tentang hasil yang dicapai? Ya tergantung pada siswanya.
Sebagian lagi ada yang berpendapat : sebagai seorang guru, harus melaksanakan kewajiban sebagai guru, di samping itu harus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi (iptek). Masalah hasil, guru harus dapat membawa siswa-siswa maju seiring dengan perkembangan iptek.
(Foto-foto ilustrasi : net) |
Sebagai guru jelas ingin mengikuti konsep tersebut. Di sana sini saling berargumentasi dan membuktikan argumennya melalui penelitian tindakan kelas (PTK) yang saat ini masih amat sangat populer. Dinas Pendidikan memfasilitasi guru melalui berbagai pelatihan. Tidak kalah pentingya di sekolah juga diadakan pelatihan untuk memfasilitasi guru. Di kalangan umum juga diselenggarakan seminar pendidikan. Semua ini dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru.
Jauh di seberang sana, mereka berkata : untuk apa PTK? Tanpa PTK buktinya siswa juga lulus. Sekilas kedengarannya benar juga pernyataan mereka. Jika dikaji lebih mendalam apabila semua punya persepsi seperti itu, bagaimana dengan kualitas pendidikan kita? Nah seandainya kita dapat lebih realistis, “adanya guru kreatif dan inovatif merupakan cermin pribadi masing-masing guru”. Dalam pepatah orang Jawa : “GURU merupakan figur seseorang yang digugu dan ditiru”. Guru menjadi idola yang dibanggakan oleh siswa-siswanya. Semua perilaku guru menjadi media bagi siswa.
Fakta sejarah, adanya peraturan setiap guru harus punya sertifikat profesi guru untuk dapat menerima tunjangan profesi. Sejak itu profesi merupakan tuntutan bagi guru. Resah dan gelisah menghantui setiap guru. Guru mulai sibuk mempersiapkan portofolio. Dalam kesibukannya ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah mengikuti kegiatan di forum ilmiah.
Mulailah guru berbondong-bondong mengikuti seminar maupun workshop. Guru tidak peduli dengan tantangan yang dihadapi. Semua dilakukan untuk mendapatkan tunjangan profesi. Bahkan guru yang kala itu belum memiliki ijazah sarjana, mereka rela kuliah lagi.
Semaraknya sertifikasi telah memberikan warna tersendiri di kalangan dunia pendidikan. Guru yang merasa tidak ada kemampuan dan kemauan untuk memenuhi tuntutan tersebut, hanya terdiam dengan rasa pasrah pada Allah. Mereka berharap ada keajaiban datang. Bagaimana dampaknya dalam dunia pendidikan? Kualitas pendidikan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesejahteraan pada tenaga pendidik dan kependidikan. Kondisi semakin mantap dengan turunnya aturan, bahwa yang belum sarjana jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan, juga berhak menerima tunjangan profesi. Angin segar berhembus di kalangan dunia pendidikan.
Dunia pendidikan semakin harum, dulu orang menganggap rendah terhadap profesi guru. Sejak ada tunjangan profesi, hampir semua mengelu-elukan keberhasilan guru. Sehingga guru sudah bukan lagi “pahlawan tanpa tanda jasa”. Tunjangan sertifikasi bagi guru merupakan penghargaan. Adanya peningkatan kesejahteraan diharapkan sinergi dengan pengembangan profesinya. Seiring berjalannya waktu, guru mulai tenang adanya tuntutan profesi sudah bukan barang baru lagi. Guru berangsur-angsur mulai adaptasi dengan tuntutan kreatif dan inovasi.
Tidak salah apabila disebutkan guru sebagai pelita dalam kegelapan, laksana embun penyejuk dalam kehausan. Pengorbanan guru yang tulus ikhlas dicurahkan untuk siswa-siswinya. Sehingga guru pantas diberi penghargaan Pahlawan Pembangun Insan Cendekiawan. Guru yang memegang teguh tanggung jawabnya selalu berusaha semaksimal mungkin untuk keberhasilan anak didiknya. Guru rela berkorban demi mereka. Sungguh luar biasa perjuangannya.
Perjuangan guru dalam mendidik dan mengajar tidak ternilai. Perjuangan guru bagai air mengalir mengikuti perkembangan iptek dan kebijakan pemerintah. Dalam perjalanannya, ketenangan guru selalu terusik. Betapa tidak, setelah guru dituntut untuk kreatif dan inovatif, muncul lagi kebijakan pemerintah yang baru tentang uji kompetensi guru (UKG). Meski guru setiap hari membahas tentang bidang keilmuannya, tetap saja galau.
Apalagi sebagian besar guru masih gaptek terhadap tekonogi informasi komputer. Adanya tuntutan peningkatan kompetensi guru di satu sisi baik. Guru sebagai pionir pendidikan harus selalu up to date. Guru harus selangkah lebih maju dibandingkan siswanya. Di sisi lain guru kadang egois tupoksi menjadi nomor dua.
Waktu yang harusnya untuk pembelajaran tetapi dimanfaatkan untuk belajar. Guru ingin selalu fresh dalam mengikuti UKG. Malu jika nilai jelek, berarti kurang kompetensinya. Tidak sedikit yang mengambil jalan pintas, : "Biarlah ada UKG yang penting tak ikuti saja. Bagaimana lagi kemampuanku hanya sebatas ini,".
Adalagi yang berkeluh kesah : “Aku sudah tua hampir pensiun, silakan yang muda-muda jangkaunnya masih panjang,”.
Suatu kebijakan pasti membawa banyak persoalan. Semua adalah perjuangan mencerdaskan anak didik kita. Guru harus bangga punya predikat “Pahlawan Pembangun Insan Cendekiawan”. Semangat guru tidak pernah pudar. Dalam kegalauan guru selalu melangkah perlahan tapi pasti. Tuntutan untuk maju terus berjalan. Berikutnya ada kebijakan baru tentang guru yang nilai UKG mencapai kriteria tertentu diberikan diklat untuk menjadi instruktur. Guru yang belum memenuhi standar kompetensi juga diberikan pencerahan. Tidak sedikit yang mengeluh :“sudah tua dituntut untuk belajar”. Kadang mereka hanya sekadar hadir untuk memenuhi kewajiban. Apapun adanya, guru tetap konsisten mengikuti tujuan meningkatkan kompetensi guru.
Komitmen guru patut dibanggakan meski banyak keluhan tetapi tetap eksis melaksanakan kewajibannya. Satu kewajiban terpenuhi muncul kewajiban yang baru. Setiap pergantian pemerintahan berganti pula kebijakannya. Proses pembelajaran dengan kurikulum 2006 sudah kurang relevan dengan perkembangan iptek, perlu diadakan penyesuaian.
Berikutnya keluar kebijakan baru yang menjadi acuan pendidikan saat ini yaitu Kurikulum 2013 (kurtilas). Pelaksanaan kurikulum ini tidak berbeda dengan apa yang dialami guru sebelumnya. Galau, resah, semangat mencerdaskan siswa berbaur jadi satu. Guru profesioanal akan meniti jalan dengan santai bagaikan berjalan di atas jalan tol tanpa hambatan dan rintangan.
Penerapan kurtilas memang mengharuskan guru utuk kreatif dan inovatif. Tuntutan administrasi sangat tinggi. Bagi sebagian yang lain hanya copy paste, yang penting kewajiban terpenuhi. Semua untuk kepentingan bersama, guru tidak boleh menyerah, sekali maju pantang mundur. Segudang permasalahan ada pada guru. Sesaat muncul bagaikan ombak yang menghantam perahu, tetapi nahkoda tetap tenang dan tetap bertahan agar selamat sampai tujuan.
Guru oh guru, namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti tuk pengabdianmu. Sungguh mulia sekali. Guru siap bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa walau dengan segala risiko. Tidak jarang terjadi kekerasan terhadap guru. Guru pada posisi yang lemah.
Guru bagai makan buah simalakama. Guru perlu perlindungan dalam mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Guru keras terhadap siswa, karena kasih sayang guru pada mereka. Guru tidak rela anak didiknya tidak berhasil. Tetapi sering kebaikan, perhatian dan kasih sayang guru kapada siswa berakibat fatal bagi guru. Guru harus diberikan rasa aman dan nyaman dalam pengabdiannya. Inilah suara hati guru. Kupersembahkan perjuangan dan pengabdianku untuk anak-anaku dan bangsa serta tanah airku. Selamat berjuang semoga tercapai cita-cita kita semua. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar