JANUARI 1947, saat itu musim hujan. Pagi-pagi awan hitam. Lahirlah dari Gedong Agung seorang anak perempuan, yang kemudian Bapaknya duduk di teras Gedong Agung bersama Hatta, Pringgodigdo dan Achmad Soebardjo.
Bapak bayi tersebut melihat ke atas awan, gulungan awan menghitam menyimpan air siap diguyurkan ke bumi, pada tanah di mana revolusi mengembangkan sayapnya.
Sukarno nama Bapak itu berkata kepada Hatta.
"Langit kali ini begitu kelam ya, Ta?".
Hatta mengangguk lalu menyahut :
"Mungkin pagi ini akan turun hujan lagi..."
Sukarno lalu meminum kopi tubruknya dan kemudian berdiri. Lalu ia berucap dengan nada pelan seperti angin pagi itu yang melantunkan nada sendu tentang tanah air yang terinjak-injak lars pengusung tanah koloni
"Anakku akan kunamakan Megawati, ia lahir ketika langit kelam. Ia dilahirkan ketika bangsa ini menginginkan rasa merdekanya”.
“Mega...adalah pralambang dari negeri ini yang masih berduka".
Dan bayi perempuan yang baru dilahirkan itu memecahkan tangisnya.
( Selamat Ulang Tahun, Ibu Megawati Soekarnoputri)
Kecintaannya pada tanah air, NKRI,
Pancasila, kebhinnekaan dan UUD diwariskan dari Sang Proklamator Bangsa dan
dilestarikan sepanjang perjalanan dan perjuangan hidupnya. Ini membuat
penentangnya sekalipun dibuat takjub dan merinding ketika Sang Banteng mengaum
berdiri di garda terdepan, demi bangsa yang dia cintai. Aku bangga boleh
memanggilnya dengan sebutan IBU.
Ibu bagi rakyat jelata, Ibu yang
menangis dan tertawa bersama rakyatnya, IBU BANGSA INDONESIA. Selamat Hari
Ulang Tahun Ibu Megawati Soekarnoputri
yang ke-71.
(catatan : Luhur Pambudi-Ketua DPC PDI Perjuangan Purworejo).
(catatan : Luhur Pambudi-Ketua DPC PDI Perjuangan Purworejo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar