Hartoso dan istrinya Reni (tomo widodo/kj) |
PURWOREJO, KABARJATENG.CO.ID-Kisah inspiratif dari perjalanan hidup mantan Kepala Desa Soko Agung Kecamatan Bagelen, Purworejo Jawa Tengah, Drs Hartoso Robertus, patut diapresiasi dan didukung perjuangannya. Tak cukup untuk menuliskan kisah panjangnya dalam lembaran kertas, secara gambaran umumnya Hartoso sapaan akrab Hartoso Robertus yang asli Desa Soko Agung, patut dibilang "pejuang desa".
Senin (21/8/2017) malam, media ini diterima hangat Hartoso dan istrinya Elisabet Reni Susana yang kini menjadi Kepala Desa Soko Agung meneruskan perjuangan Hartoso dalam membangun desa. Rumah joglo khas Jawa yang tampak sangat tua dan sederhana, menjadi saksi bisu perjuangan Hartoso, jerih lelahnya, tetesan keringat dan air mata, terobosan dan semangatnya dalam merintis pembangunan Soko Agung yang pada umumnya orang menyebutnya kawasan nggunung.
Sebagai putra asli Soko Agung, Hartoso kecil merasakan terisolirnya kawasan nggunung, jalanan yang tak bisa ditembus sepeda motor, komunikasi yang terputus antardesa dan beragam kesulitan orang-orang nggunung lainnya. Sedari kecil, Hartoso sudah bermimpi bagaimana desanya itu bisa terbuka aksesnya, denyut pembangunan dan perekonomiannya bisa berjalan.
"Waktu kecil saya sudah sampaikan, desa sayai ini (Soko Agung) nantinya harus teraspal," kata Hartoso merajut pembicaraan dengan kabarjateng.co.id.
Mimpi jauh Hartoso pun nyaris pupus. Bagaimana tidak, rekan-rekan muda seangkatannya dan kawula muda lainnya, umumnya pergi merantau ke kota, keluar dari Soko Agung. Hartoso harus berjuang seorang diri kala itu. "Sempat terpikir, apakah saya harus ikut ke kota, mengadu nasib di kota? Tapi kalau semua ke kota, siapa yang mau dan akan membangun desa ini?,"
kendati harus galau melihat para pemuda melenggang ke kota, Hartoso terus meniti kehidupan di Soko Agung. Patut diacungi jempol, meski orang nggunung, SDM dan cara berpikir Hartoso melompat jauh ke depan. Bukti nyata, Hartoso mampu tembus menyelesaikan strata 1 dan menjadi PNS guru.
Lagi-lagi harus diuji ketegarannya dalam membangun desa. "Waktu itu saya punya pacar, nggak mau kalau tinggal di kawasan nggunung seperti ini. Waktu itu akses sulit ditembus, pacar pun mau kalau tinggal di Purworejo kota. Tapi misi saya tinggal di Soko Agung karena memang mau mbangun desa, yang serba sulit bagaimana bisa dibangun?," kenang Hartoso.
Kecintaannya akan Soko Agung, harus dibayar mahal. Hartoso terpaksa putus dengan pacarnya di Jakarta. Dan akhirnya Hartoso mendapatkan istri, yang sebelumnya sudah diwanti-wanti mau tinggal di Soko Agung. "Istri saya ini (Reni) mau tinggal di Soko Agung dan sanggup untuk sama-sama membangun Soko Agung," imbuh Hartoso yang kini masih diberi amanah menjadi Ketua PAC PDIP Bagelen.
Niat mulia Hartoso mulai berbuah. Saat itu masih menjadi PNS guru, dirinya diberi izin untuk maju menjadi kades dan terpilih. Periode berikutnya tidak mendapatkan izin, dan harus dibayar mahal. "Menjadi kepala desa karena ingin membangun desa, jadi karena tidak mendapatkan izin kembali, saya pensiun dini dari PNS guru," ungkap Hartoso yang tak pernah lelah dalam memajukan desa tercintanya.
Bak petani yang memanen hasil tanamnya, dari semangat dan kecintaannya membangun Soko Agung, dan reka pensiun dini dari guru, berbondong-bondong masyarakat desa mendukung Hartoso untuk maju menjadi anggota legislatif Purworejo saat ini. Alhasil Hartoso pun terpilih dan makin gencar membangun desa. Tak hanya lingkup Soko Agung, namun dalam wilayah Kecamatan Bagelan tak lepas dari perhatian dan pikiran Hartoso.
Pemilihan legislatif 2014 lalu, Hartoso tidak terpilih, meski perolehan suaranya di atas 2.000 suara. Namun kecintaan dan semangatnya dalam membangun desa-desa di Kecamatan Bagelen tak pupus. Sampai saat ini, dirinya masih aktif dan membuat terobosan dalam membangun desa, apalagi bersinergi dengan Kades Soko Agung yang merupakan istrinya.
Salah satu terobosan dan hasil perjuangannya, yakni bantuan pembangunan infrastrukur, sosial dan ekonomi wilayah (pisew) yang merupakan bantuan pusat. Hartoso membuka link-link pusat, hingga mengucur sekira Rp1,5 miliar yang digunakan untuk pembangunan jalan cor blok meliputi tiga desa : Kalirejo, Soko Agung dan Semono.
"Pembangunan cor blok itu tahun 2016. Sekarang akses sudah baik, kendati belum sempurna karena masih ada yang perlu diperbaiki. Anggaran itu pun tidak semua ruas jalan bisa diperbaiki, masih ada yang harus diperbaiki. Gotong royong masyarakat sangat tinggi. Bersama masyarakat, terus perjuangan membangun desa ini dilakukan," beber Hartoso. (tim kj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar