ADA
masa, ketika hidup saya demikian sulit.
Dan saat itu terjadi, saya benar-benar memprotes Tuhan yang saya anggap
tidak adil. Betapa tidak, saya merasa
saya ini pribadi yang selalu tulus pada sesama, sayang pada keluarga, pekerja
keras dan cukup jujur. Mengapa saya
mesti mengalami kejatuhan dalam karier, dan mesti merasakan kesulitan finansial
yang parah.
Lalu,
saya menemukan penyadaran. Bahwa gugatan
saya keliru alamat. Apa yang terjadi
pada saya, sesungguhnya bukanlah indikasi ketidakadilan Sang Pemberi Hidup.
Seseorang
guru kehidupan membuat saya mencermati kehidupan petani, dan belajar
darinya. Seorang petani yang dalam
kehidupan sehari-harinya terus berlaku jujur dan penuh kasih kepada keluarganya,
belum tentu panennya akan berhasil.
Karena, begitu ia menabur benih padi, keberhasilan panen ditentukan
banyak faktor yang tidak ada kaitannya dengan kejujuran dan kasih pada
keluarga.
Faktor-faktor
itu adalah apakah ia memberi pupuk yang tepat, ketersediaan air yang sesuai
dengan kebutuhan pada setiap fase perkembangan, apakah ia juga bisa mengatasi
serangan berbagai jenis hama. Sejujur
apapun sang petani itu, seberapapun kasihnya pada keluarganya, jika ia tidak
cermat dalam mengelola soal pemupukan, pengairan dan penanganan hama, panennya
tak akan pernah berhasil.
Dalam
hidup ini ada hukum yang berlaku pasti.
Kita menuai apa yang kita tabur.
Kita memetik apa yang kita tanam.
Nah, antara menuai dan menabur, antara menanam dan memetik, ada proses
yang harus dilalui dan di sana berlaku kausalitas atau hukum sebab akibat. Demikian juga dengan diri seseorang, dalam
pekerjaan, ada faktor atau variabel yang menentukan sukses tidaknya itu.
Niat
baik saja tak cukup untuk membuatmu berhasil dalam pekerjaan. Setiap orang perlu sadar kenyataan, bahwa
dimana pun dia bekerja, akan ada gangguan, kesulitan, termasuk dari orang yang
bisa saja iri atau punya kepentingan berbeda dengannya. Nah, supaya kamu tetap selamat, kamu harus
benar-benar waspada. Setiap orang harus
punya antisipasi terhadap siapa pun dan apapun yang berpotensi
menjatuhkannya.
Ibarat berperang, setiap
orang harus siap dengan benteng, tameng, senjata. Itu sepadan dengan sikap petani yang siap
menghadapi hama tikus atau wereng
Jadi,
ketika menghadapi kejatuhan dalam karier, setiap orang perlu pola nalar yang
bisa jadi landasan untuk perbaikan nasib.
Jika seseorang terbiasa menyalahkan pihak lain dan tidak mau bertanggung
jawab atas apa yang terjadi pada dirinya, ke depan dia tidak akan pernah
mengerti tentang tindakan apa yang memastikan terbebas dari kesulitan seperti
yang dihadapi saat ini. (setyo hajar dewantoro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar